Santi

Namanya Santi. Di umurnya yang baru 15 tahun, dia sudah harus berkenalan dengan aborsi. Ibu nya membawanya ke dukun pijat kampung sebelah setelah mengetahui Santi dihamili pacarnya, pemuda 15 tahun teman sekolahnya.

Beberapa bulan setelah itu, Santi kembali hamil. Kehilangan akal, Ibu nya akhirnya menikahkan nya dengan pemuda itu. Begitulah sampai akhirnya mereka berumahtangga dan dikaruniai 2 buah hati.

Santi bekerja membantu Ibu nya di katering milik tetangga. Si suami tak bekerja. Dengan tabungan yang sedikit-sedikit ia kumpulkan, Santi akhirnya bisa menyicil motor. Ia bermaksud agar suaminya bisa bekerja dengan motor itu. Tukang ojek atau apa sajalah, untuk menafkahi keluarga kecilnya.

Dalam diam, dia malu pada Ibu nya jika harus terus menerus menumpang hidup.

Begitulah hari-hari berlalu, sampai suatu hari berita buruk itu mampir di telinganya. Suaminya menghamili gadis lain. Menangispun ia tak sanggup. Percuma, katanya. Tak akan selesai masalahnya dengan menangis. Tanpa ada pilihan lain, Santi mengikhlaskan suaminya menikahi gadis itu.

Kini, Santi harus berjuang lebih keras untuk membesarkan anaknya, setelah seluruh tabungan habis tak tersisa. Motor yang dibeli untuk modal suaminya pun dibawanya pergi, entah untuk mengencani siapa lagi.

Suaminya datang beberapa hari sekali. Bukan untuk menengok anaknya, bukan untuk memberikan uang belanja, melainkan untuk melampiaskan nafsunya.

Santi menerimanya dan melayaninya dengan lapang hati.

Katanya,

” Dia masih suami saya, saya berkewajiban melayaninya.”

Getir sekali rasanya.

*Santi, bukan nama sebenarnya 🙂