Browsing Category:

JOURNAL

Satu Dekade

Sebelum membaca ini, silahkan baca post yang ini dulu.

 

Bulan April 2020 ini adalah ulang tahun pernikahan kami yang ke 10. Satu dekade hidup bersama dalam rumah tangga, ternyata dapet hadiah banyak banget dari hidup. Kamipun merayakannya jauh-jauhan. Dia di NCID, saya di rumah.

Sebelumnya, saya cerita dulu ya soal perjalanan hamil Lemon. Sebulan setelah menikah, saya hamil. Tapi ternyata hamilnya gak terlalu lancar. Saya hiperemesis parah. Suatu malam di bulan ketiga kehamilan, saya nangis-nangis minta udahan aja. Udah apa? Gak tau, pokoknya saya udah gak sanggup hamilnya tapi juga gak sampe hati mau bilang atau bahkan mikir kemungkinan yang lain. Pokoknya gak kuat. Hopeless, gak punya pilihan kecuali tetap bertahan. Being strong was the only option I had. Cuma bisa berusaha hidup ajalah dan pasrah. Kayaknya, pasrah dan tawakal adalah dua hal yang pelajaran dan ujiannya akan terus-terusan ada di hidup manusia. Levelnya banyak, lulusnya bisa jadi lama.

Waktu itu, Dwi selalu menghibur dengan kalimat, ‘jika perjuangannya sangat berat, biasanya akan ditemui sesuatu yang besar dan mulia’. Well, memang tidak akan ada yang pernah memastikan soal hal ini, kan cuma Allah yang punya hak mutlak hidupmu akan berjalan bagaimana. Akankah hasil akhirnya bahagia atau malah jadi lebih susah, itu betul-betul di luar kuasa kita. Yang pasti, segala sesuatu yang terjadi di hidup ini tentunya sudah yang paling baik. Tapi masalahnya kan ukuran baiknya bukan ukuran manusia, makanya kadang kita kecewa. Padahal, siapa yang tau kalo memang itu yang paling baik untuk saat ini.

Setelah kehamilan yang saya habiskan dengan muntah hebat 20 kali sehari, makanan tidak sehat, minum coca cola satu liter setiap hari, minum obat vertigo dan painkiller dosis tinggi setiap hari, mandi aja cuma 3 hari sekali itupun dimandikan Dwi pake nangis-nangis. Asupan vitamin, nol.  Dehidrasi masuk rumah sakit, cuma bisa diinfus, karena memang ya bahkan sampai sekarang hiperemesis ini gak ada obatnya dan gak ada yang tau kenapanya. Saya ingat betul, waktu dokter bilang ‘yaudah mbak, yang penting ada gulanya, bisa jadi energi’ ketika saya bilang saya cuma bisa minum coca cola. Air putih aja bablas muntah lagi. Cuma coca cola yang bisa masuk.

Dengan kondisi kesehatan yang menyedihkan, hidup segan mati tak mau gitu, ternyata ada tambahan masalah, Dwi kena layoff. Company nya tutup. Baru juga kawin, hamil, eh kena layoff. Pokoknya waktu itu ruwet banget. Kami gak mendapatkan hak kami dengan baik dari company. Alhamdulillah, saya masih boleh kerja dari rumah, kalo pas rada sehat bisa bangun. Jadi masih bisa makan lah kami. Sebelum dapet settled job lagi, Dwi pernah ambil pekerjaan sebagai guru kursus yang upah setiap mengajarnya hanya cukup buat beli bensin. Abis di jalan.

Long story short, kami survived, Lemon lahir sehat, tumbuh sampai saat ini dengan baik, tidak kurang suatu apapun, pintar di sekolah (yes, i’m proud of her so much!), dia baik, nerimo banget, manut, waktu bayi balita tidak menyusahkan kami, dia anak yang sangat mudah. Bahkan di kondisi sekarang, tidak sedikitpun dia menyusahkan saya. Dia belajar sendiri, dia kangen Bapaknya tapi dia tau dia bisa telepon dan video call, dia berdoa untuk Bapaknya, dia tidak pernah rewel. Kayanya malah seringan saya yang rewel daripada dia hehe. Maka, rejeki dan kenikmatan ini yang saya anggap sebagai sesuatu yang besar dan mulia, yang kami dapatkan lewat 9 bulan penuh perjuangan. Dikasih siapa? Dikasih Allah, alhamdulillah.

Fast forward ke 10 tahun kemudian, sekarang, sudah hampir 1 bulan Dwi positif Covid19, dia masih ada di Community Isolation, belum bisa pulang. Sudah 6 kali swab test dijalani, dengan hasil yang sama. Masih positif.

Kami gak punya daya apa-apa. Gak tau gimana caranya build immune supaya virusnya pergi, kalo kondisinya sedih, stress, helpless, makan gak pas di lidah, tidur gak nyenyak, gak kena matahari, gak ada informasi apapun soal kondisi kesehatannya, petugas hanya datang untuk swab dan attend yang agak sakit aja, selanjutnya kami harus harap-harap cemas menunggu hasil. Lalu hasilnya tidak sesuai dengan harapan kami. On and on and on again, belum tau sampai kapan. So hard. Capek banget rasanya emosi naik turun per 4 hari, menjelang tes dan sehari sesudah tes adalah hari-hari yang berat. Anxious. Pengennya pasrah tapi ya kadang manusiawi juga sih kalo kecewa sama hasil test nya. Yang bisa dilakukan cuma berusaha agar terus sehat dan berdoa, berharap yang terbaik.

Now, this is the interesting part. Tepat seminggu sebelum call dari MoH yang bilang bahwa Dwi ada kontak dengan confirmed case maka dia harus ditest, company tempat Dwi kerja, closed down. Not really a surprise for me because I know he’s been working on it these past few months. And you know, the perks of having Dwi, he will choose the toughest job he will do anything to save as many people as he could. I am aware of the man that I’m with so this kind of situation is not new to me. And I know he will get through it, God’s will. 

But this spesific situation is similar with what we had 10 years ago. Bedanya, sekarang saya lagi gak hamil and this time, the company takes care the layoff and supports us as much as they could, at least, gak ada hak yang ditahan atau yang tidak diberikan. Dwi juga dikasih sehat jadi masih bisa melanjutkan interview atau discuss offer dengan saya lewat video call dari bilik isolasinya.

Jadi yaudah, saya anggap aja ini adalah ujian naik level. Kondisinya yaa mirip sama yang dulu, kesulitannya naik, tapi kemudahan yang kami terima selama ini dan kenikmatan yang mendampinginya juga gak terkira. Alhamdulillah.

Kalo dirasa-rasa memang berat. But you can not quit, right? I dont know when is it going to be over and why God tests us with this but I’m sure, gak ada yang sia-sia dari ini semua. Tuhan sayang banget aja sama kami, Dia mau kami belajar sesuatu dari ini. Mudah-mudahan abis ini bisa lebih naik lagi kadar sabar, pasrah dan tawakalnya. Nanti kalo ini sudah terlewati, kami bisa look back and reflect. Sama kayak sekarang, sudah bisa cerita dengan enteng sambil ketawa soal saya yang nagis-nangis mau ‘udah aja hamilnya gak mau terusin’. Atau soal uang bayaran kursus yang abis buat beli bensin doang.

Tapi apapun itu, bagaimanapun nanti, peristiwa apalagi yang akan kami hadapi, pasti akan ada hikmah dari ini semua, belum keliatan jelas apa hikmahnya tapi mudah-mudahan kami bukan termasuk orang yang merugi karena gak bisa mengambil hikmah dan pelajaran.

Kadang saya berdoa sambil kecewa, sambil bertanya-tanya kapan dikasih jawaban. God why me? Saya pengen kayak Nabi Zakaria AS yang selalu bahagia ketika datang bersujud dan berdoa pada Tuhannya, but I’m only human kadang inget kadang emosi. But deep down I know and I believe, that You and only You who can help us, lewat dokter? nurse? petugas? government? teman? I dont know dari pintu mana pertolongan akan diberikan but God I know You will take care of us but for now could You please ease my heartache, I miss him so much 🙁

Despite all the uncomfortable things yang sekarang ini sedang kami jalani, kami juga gak boleh terus-terusan konsentrasi di gak enaknya. Saya udah bilang Dwi sih bahwa kita harus aware kalo dalam setiap 4 hari, mungkin kita akan sama-sama down, jadi harus saling menguatkan biar semangat lagi dan mengingatkan untuk tetap bersyukur. Memang lebih nikmat makan indomie rebus pake telor dan cabe berdua duduk depan-depanan, sambil ngobrol. Tapi kalo sekarang belum bisa berdua duduk depan-depanan langsung, ya makan aja sendiri sambil video call, itu udah nikmat banget, walopun Dwi gabisa makan indomie juga sih di sana hehe.

I’m sorry if this sounds too much and sad but once in a while I want to pour everything, I want to share how it really feels. I’m not that strong and everything you know, sometimes I broke down and cry. I want you all to stay healthy, hugs your loved ones tight, be with your family, be thoughtful, give your ear your time just a bit to support your family, friends, just listen to them crying and talking don’t brush them off because you never know maybe that’s the only way they cope with their problems.

I am grateful for friends, families who check on us regularly. I am also grateful for you, you know who you are, who randomly ask about my feelings and just be there to listen to me and remind me to always be grateful to be patient to make dua to be positive, who send random memes to make me laugh, who said ‘hi, bagaimana kalian? Aku sih gak kasian lho yaaaa.. Soalnya cewe2nya dwi jagoan. Apalagi cewenya yg paling tua kalau marah seraaaaam seperti megatron’. It’s weird because it comes from you but thank you.

Semoga kita selalu sehat, semoga kalo lagi ada masalah, yakin jika Allah pasti beri kemudahaan, semoga kita semua selalu diberi hidayah dan kekuatan untuk bisa menjalani ini semua.

I share what I believe dan niat ini hanya untuk sharing siapa tau ada yang bisa ikut kecolek dan butuh reminder. Kalo tidak ada sedikitpun hal positif yang bisa diambil dari post ini, saya minta maaf. Mudah-mudahan niat saya terus lurus, lilla hita’ala. Tolong ingatkan saya jika saya salah.

Terimakasih ya sudah membaca, saya jadi lega juga sudah cerita. Selamat berpuasa!

Bounce Back

The last three years have been very frustrating for me as I gained so much weight. By so much I mean that much that I need to quickly bounce back to healthy life involving several activities that will help me shred some kilos out of […]

Read more

Layla

My baby, Layla. Buat yang udah kenal sama saya sejak jaman sekolah, pasti gak akan bertanya ada apakah gerangan hubungan saya dengan Dhatu. Dhatu itu adek kelas saya di SMA. Siaran bareng. Main bareng. Dia yang dulu kos, kalo pas pulang kemaleman dan pintu kos […]

Read more

Bini dan Cikini

Bini memakai kaos warna pink kesukaanya. Tidak lupa celana jeans dan sepatu pink yang dibelikan oleh orangtua pacarnya. Setelah berpamitan dengan Tantenya, ia lalu berangkat. Naik bus sampai ke Megaria, tempat di mana temannya (seharusnya) telah menunggu. Sesampainya di sana, Bini menunggu di dalam bioskop. […]

Read more